Your Ad Here

5 Kemampuan Hebat Bayi

Jakarta - Jangan anggap remeh kemampuan seorang bayi.

Apakah Dia Tepat Untuk Anda?

Status lajang, bertemu dengan pria yang memunculkan chemistry dan punya "potensi".

Rujak Buleleng

Jakarta - Pengin mencicipi makanan khas Bali yang sedap? Mampirlah ke warung ini.

Kondisi Remaja Yang bikin Malu

Jakarta - Saat remaja tubuh mengalami berbagai macam perubahan baik secara fisik maupun hormonal.

Hidrasi Tak Harus dengan Air

akarta, Untuk mencegah dehidrasi, biasanya Anda disarankan untuk minum banyak air.

Wednesday, March 27, 2019

Buah Ciplukan Sekarang Mahal, Sampai 500 Ribu



Berita Hari Ini -Buah ciplukan dulunya mungkin hanya dipandang sebelah mata. Namun, siapa sangka bahwa buah ini bisa digunakan sebagai cara menyembuhkan flu?

Kini, buah ciplukan dijual di supermarket dengan harga fantastis. Misalnya di Jakarta, sekilo buah ciplukan dibanderol dengan harga mencapai Rp 500.000

Di Indonesia, buah ini dapat dijumpai di banyak tempat. Tanaman ini mudah tumbuh di lahan kosong, pekarangan rumah bahkan tumbuh secara liar.

Jenis yang mula-mula datang ialah Physalis angulata dan Physalis minima, yang kemudian tumbuh merajalela sebagai gulma di ladang kering, kebun buah-buahan, di antara semak belukar, bahkan tepi jalan.

Bunda perlu tahu, buah ini efektif sebagai cara menyembuhkan flu serta ragam manfaat menakjubkan lainnya. Jangan lagi remehkan ciplukan, berikut ini penjelasannya!


Menyembuhkan penyakit jantung

Salah satu khasiat buah ciplukan adalah mengobati gangguan jantung.

Caranya mudah, sediakan 40 helai daun ciplukan dan hancurkan dengan blender seperti jus, kemudian minum tanpa campuran apapun. Selain dibuat seperti jus, daunnya juga bisa dimakan langsung setelah dicuci bersih lebih dulu.

Cara menyembuhkan flu

Bunda juga bisa menggunakan buah ini sebagai cara menyembuhkan flu dan sakit tenggorokan. Caranya potong ciplukan 3-4 cm lalu dijemur.

Jangan lupa dibungkus agar buah tidak lembap. Kemudian ambil kira-kira sebanyak 9-15 gram buah yang direbus untuk diminum airnya tiga kali sehari atau bisa sesuai resep dokter.

Mengobati asma

Selain sebagai cara menyembuhkan flu, Bunda juga bisa menggunakan ciplukan untuk meredakan asma. Ambil daun dan batang buah ciplukan, rebus dan minum air rebusan tersebut.

Atau ambil daunnya, kemudian campur dengan kapur sirih lalu lumat hingga halus hingga mengeluarkan cairan berwarna hijau keputihan dan berbuih. Oleskan cairan ini pada area dada, perut dan punggung.

Mengobati kanker payudara

Kanker payudara adalah momok menakutkan bagi perempuan dan ternyata penyakit ini bisa diobati menggunakan bahan alami salah satunya ciplukan.

Caranya sederhana, ambil pucuk daun muda lalu campurkan dengan empat butir beras dan tunas kunyit. Selanjutnya giling menggunakan parutan kelapa hingga lumat, tempelkan pada payudara secara rutin.

Menghilangkan penyakit kuning pada bayi

Tak hanya untuk orang dewasa, khasiat buah ini pun turut dirasakan pada bayi yang baru lahir salah satunya mengobati sakit kuning.

Bunda cukup jemur ciplukan hingga kering, gunakan untuk mandi pada bayi bunda yang baru lahir.

Menyadarkan orang yang pingsan

Ambil akar buah ciplukan lalu bakar sebentar, kemudian campurkan abunya dengan kapur sirih. Campurkan dengan minyak kelapa, ramuan ini mujarab untuk menyadarkan orang yang pingsan.

Meningkatkan kecerdasan anak

Bunda akan senang jika mengetahui bahwa ciplukan turut berpengaruh akan tumbuh kembang anak, termasuk meningkatkan kecerdasan buah hati.

Campurkan buah ciplukan dengan air, jeruk nipis, dan sedikit gula dan miumkan pada anak.

Penawar diabetes

Penyakit diabetes kendati tidak menular, namun akan berdampak komplikasi serius yang berbahaya. Obati penyakit ini dengan ciplukan, yaitu dengan merebus batang dan akar buah ciplukan lalu minum airnya tiga kali sehari.

Menurunkan kadar kolesterol

Bagian dari buah ciplukan ternyata juga bisa menurunkan kolesterol, cukup makan daun buah ciplukan dua helai tiga kali sehari.

Penting untuk diketahui, jangan meminum ramuan ciplukan ini bersama kopi ya Bunda agar mendapatkan hasil yang optimal.

Wednesday, March 20, 2019

Perempuan Rentan Mengalami Peningkatan Kanker Jika Tak Subur


Masalah kesuburan merupakan salah satu hal yang menjadi ketakutan bagi pasangan yang sudah menikah namun tak kunjung memiliki momongan. Namu ternyata ketidaksuburan ini juga diketahui dapat memicu munculnya sebuah penyakit lain.

Dilansir dari Medical Daily, infertilitas atau ketidaksuburan ternyata dihubungkan dengan risiko berkembangnya kanker jenis tertentu. Berdasar sebuah penelitian di Amerika Serikat, data yang didapat dari 64 ribu wanita yang menjadi informan tersebut menunjukkan bahwa wanita tak subur memiliki risiko 18 persen lebih tinggi dibanding mereka yang subur.

Peneliti menyebut bahwa masalah kesuburan dapat memunculkan risiko lebih tinggi berkembangnya kanker di ovarium, uterus, dan payudara. Tim peneliti juga menemukan bahwa terdapat peningkatan risiko pada kanker di paru-paru, tiroid, hati, dan kanker empedu serta leukimia.

Secara keseluruhan, wanita yang tak subur memiliki peluang dua persen berkembangnya berbagai kondisi tersebut. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Human Reproduction ini muncul dari analisis pada klaim asuransi kesehatan di seluruh Amerika Serikat mengenai masalah tes dan penanganan kesuburan.

Michael Eisenberg, peneliti utama dan profesor dari Stanford University School of Medicine mengungkap bahwa terdapat sekitar 1 dari 49 wanita yang memiliki masalah ketidaksuburan punya peluang mengalami kanker. Sedangkan pada wanita yang tidak mengalami masalah kesuburan, hanya terdapat 1 dari 59 wanita.

Peneliti menyebut bahwa melahirkan anak dapat memberi wanita perlindungan terhadap risiko kanker. Akan tetapi, belum ditemukan hubungan langsung antara ketidaksuburan dengan perkembangan kanker.

"Kami tidak mengetahui penyebab dari meningkatnya kanker yang kami peroleh di penelitian ini, akan tetapi mungkin hal ini disebabkan dari ketidaksuburan tersebut, penyebab ketidaksuburan, serta perawatan ketidaksuburan," jelas peneliti Gayathree Murugappan dari Stanford University School of Medicine.

"Kami hanya dapat menunjukkan bahwa terdapat hubungan di antara keduanya," Sambungnya.

Tim peneliti berharap bakal melakukan penelitian lain dengan jangka waktu panjang. Hal ini digunakan untuk menentukan faktor apa yang mempengaruhi risiko jangka panjang dari perkembangan kanker pada wanita tidak subur.

Sumber : Merdeka.com

Monday, March 18, 2019

Demi Kesehatan Mental, Sediakan Waktu Untuk Ke Pantai


Kita semua tentu sudah amat mengerti, menyisihkan waktu untuk menikmati alam terbuka tak hanya bermanfaat bagi kesehatan fisik, tapi pun mental. 

Nah, di antara sekian banyak aktivitas di alam terbuka, ternyata secara khusus ada benefit istimewa jika kita rutin menyediakan waktu pergi ke pantai. 

Perasaan damai dan tenang luar biasa yang kita alami di pantai dapat disebut sebagai “ruang biru.”

"Ruang" itulah yang telah dijuluki oleh para ilmuwan sebagai efek kombinasi antara bau dan suara air yang mendatangkan kebahagiaan di dalam otak kita. 

Seperti dikutip dari laman corespirit.com, disebutkan, "ruang biru" mampu menbuat kita merasa amat nyaman, bak dihipnotis.    

Ternyata, ketika kita merasa betapa rileksnya berada di pantai, hal itu bukan hanya terasa di kepala kita. 

Lebih dari itu, sains mengungkapkan, perubahan dalam cara otak bereaksi terhadap lingkungan mampu membuat kita merasa bahagia, rileks, dan mendapatkan energi kembali. 

Secara umum, ada setidaknya empat efek positif dari "ruang biru". 

1. Pergi ke pantai mengurangi stres 

Sejak lama, air dikenal sebagai pengobatan alam untuk stres. Air dipenuhi ion positif yang dikenal secara alami memiliki kemampuan untuk membuat kita merasa nyaman. 

Jadi saat melompat untuk berenang, atau sekadar mencelupkan jari-jari kaki ke dalam air, kita pasti akan mengalami perasaan rileks. 

Kondisi itu menjadi salah satu penguat "mood" yang terjadi secara instan, dan selalu dapat kita andalkan dari waktu ke waktu.  

2. Pergi ke pantai membuat kreatif  

Para ilmuwan percaya bahwa solusi untuk menjernihkan kepala dari beragam beban adalah di pantai.

Berada di "ruang biru" memungkinkan kita tak hanya menjernihkan kepala, tapi pun mendekati masalah atau proyek yang menjadi beban kita dengan cara yang lebih kreatif. 

Sama seperti meditasi, pantai memicu perasaan tenang yang memungkinkan kita untuk menyetel semua hal lain, lalu merenungkan apa yang kita butuhkan untuk fokus. 

3. Pergi ke pantai mengurangi depresi  

Sama seperti efek yang diberikan pantai pada perasaan stres dan kebiasaan kreatif, pantai juga memberikan bantuan untuk perasaan depresi. 

Suara hipnotik dari ombak yang dikombinasikan dengan pemandangan dan bau pantai dapat menempatkan kita ke ruang meditasi. 

Pada gilirannya, kita dapat menjernihkan pikiran dan merefleksikan kehidupan di "ruang aman" yang jauh dari kekacauan kehidupan sehari-hari. 

4. Pantai mengubah perspektif kehidupan  

Perubahan yang dimaksudkan di sini tentu saja mengarah kepada kehidupan yang lebih baik. 

Alam pada umumnya selalu menjadi faktor dalam sebuah kehidupan bahagia yang sehat, tetapi pantai khususnya, sangat baik untuk jiwa. 

Jadi , tunggu apa lagi? Segera kemasi pakaian mu, ambil tabir surya, dan yuk pergi ke pantai... 


Sumber : Kompas.com

Sunday, March 10, 2019

Mandiri Jadikan Hidup Kaya Makna


Bekerja dan tinggal jauh dari keluarga bukanlah persoalan mudah untuk sebagian besar orang. Rasa rindu dan kesendirian menjadi beban pertimbangan utama ketika seseorang dihadapkan pada pilihan bekerja di luar kota atau negeri asal.

Namun, Anda jangan larut dalam rasa ragu. Pasalnya, merantau memiliki ragam manfaat untuk kehidupan, baik masa sekarang dan masa depan.

Berdasarkan studi Rice University yang berkolaborasi dengan Columbia University dan University of North Carolina, merantau memberikan pemahaman mengenai diri sendiri secara lebih jelas dan terarah.

Periset dari ketiga universitas yang berlokasi di Amerika Serikat itu menuliskan dalam laporan studi bahwa mereka yang memilih merantau memiliki rasa menghargai diri sendiri lebih baik daripada yang tidak.

Hasil studi tersebut disimpulkan oleh periset setelah melakukan penelitian terhadap 1.874 partisipan yang tengah menjalani program pendidikan master.

Seluruh partisipan terdiri dari orang yang merantau dan tidak merantau.

Orang-orang yang merantau, menurut studi, memiliki sikap toleransi yang sangat baik.

Selain itu, mereka juga lebih tangguh dalam menghadapi tantangan hidup, lebih menghargai keberagaman budaya dan agama, serta mampu dalam memahami nilai-nilai kehidupan secara mendalam.

“Hidup merantau sekarang ini tak sesulit di masa lalu, kemajuan teknologi dan kemudahan akses komunikasi terhadap lintas budaya, menjadikan penelitian ini berjalan lebih mudah. Kami bisa melihat bagaimana mereka (orang yang hidup merantau) memengaruhi orang lain,” ujar penulis studi seperti dilansir Business Insider.

Peneliti menjelaskan, hasil studi menunjukkan bahwa hidup merantau memengaruhi struktur fundamental konsep diri sehingga menjadi lebih jelas, hitam dan putih.

Menemukan makna, baik dalam kehidupan dan pekerjaan, menurut studi, membangun loyalitas dan rasa bangga terhadap diri seseorang.

Komitmen yang tercipta tersebut membuat seseorang semakin betah bertahan di tempat mereka merantau, sehingga potensi untuk berkembang dan meningkatkan keterampilan pun semakin luas.

Selain itu, studi yang dipimpin oleh Adam Hajo ini memperlihatkan bahwa orang yang merantau memiliki kepuasan diri lebih tinggi, tingkat stres lebih rendah, peningkatan performa kerja, dan lebih jernih dalam mengidentifkasikan kekuatan diri sendiri.

Anda yang berminat untuk mengembangkan pengalaman pribadi dengan belajar, bekerja, atau berkarya di negeri orang, jangan ragu-ragu untuk melakukannya. Sebaliknya, lakukanlah persiapan matang, setidaknya terlebih dahulu memenuhi akomodasi, seperti, tempat tinggal, kendaraan, dan makanan.

Pasalnya, negara orang lain pasti sangatlah berbeda dengan negeri asal Anda, terutama untuk urusan biaya hidup dan gaya hidup yang berlaku umum.

Penelitian lain yang dipublikasikan dalam Harvard Business Review mengungkapkan penjelasan serupa bahwa merantau memberikan manfaat baik pada kesehatan mental, pengelolaan stres yang baik, dan meningkatkan kinerja.

"Hidup di negara orang memengaruhi kejernihan berpikir dan lebih terbuka," jelas Hajo dan tim periset lainnya.

Temuannya ini memperlihatkan hasil yang konsisten dengan hasil survei yang diproduksi oleh HSBC yang mengungkapkan bahwa manfaat hidup merantau di usia muda menguatkan rasa percaya diri dan yakin dengan potensi diri.

Peneliti mengatakan bahwa hasil penelitian tersebut juga terlihat pada orang-orang yang hobi berpergian dalam kurun waktu yang terbilang lama, lebih dari dua bulan, dan jauh dari rumah.

Sumber : Beritagar.id

Saturday, March 9, 2019

Selfie Berlebihan Dikategorikan Kelainan Mental


Tahun 2014, beredar kabar bahwa American Psychiatric Association menetapkan istilah “ selfitis” untuk mengacu pada kelainan mental berupa kegemaran mengambil dan posting selfie secara berlebihan. 

Kabar tersebut ternyata cuma hoax belaka. Namun, sekelompok peneliti dari Notthingham Trent University dan Thiagarajar School of Management di India rupanya penasaran. Mereka  ingin mengetahui apakah femomena ini benar-benar ada. 

Sebuah studi pun dilakukan dengan melibatkan responden 225 mahasiswa dari kedua kampus. Hasilnya? Tim peneliti mengklaim bahwa kelainan mental “selfitis” ternyata memang nyata dan bisa dikategorikan. 

“Kami nampaknya bisa mengkonfirmasikan keberadaan (selfitis) dan telah membuat ‘Skala Perilaku Selfitis’ pertama di dunia untuk mengevaluasi kondisi subyek,” tutur Dr. Mark Griffiths dari Departement Psikologi Nottingham Trent University. Sebagaimana dirangkum dari The Telegraph, Senin (1/1/2018), hasil studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Mental Health and Addiction itu membagi “Selfitis” ke dalam tiga tingkatan, tergantung keparahan. 

Pertama adalah “borderline Selfitis” di mana seseorang mengambil selfie setidaknya sebanyak tiga kali sehari, tapi tak mengunggahnya ke media sosial. 

Kedua, “Selfitis akut”, yakni menjepret selfie, juga setidaknya sebanyak tiga kali, kemudian mengunggahnya ke media sosial. 

Tahapan ketiga yang paling parah adalah “Selfitis kronis” di mana seseorang memiliki dorongan untuk terus-menerus menjepret selfie sepanjang waktu, lebih dari enam kali tiap hari. 

Tim peneliti menyusun 20 pernyataan yang mesti dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju” untuk mengukur tingkat keparahan “selfitis” responden. Contoh-contohnya seperti “Saya merasa lebih populer ketika posting selfie di media sosial” atau “Saat tidak mengambil selfie, saya merasa terasing dari grup”. 

Studi menyimpulkan bahwa, dari ke-225 responden, 34 persen memiliki “borderline Selfitis”, 40,5 persen “selfitis akut” dan 25.5 persen “selfitis kronis”. Responden berjenis kelamin pria cenderung lebih rawan menunjukkan selfitis daripada perempuan, yakni 57,5 persen berbanding 42, persen. 

“Kami harap akan ada riset lanjutan untuk menggali lebih jauh tentang bagaimana dan kenapa orang-orang mengidap perilaku obsesif ini, dan apa yang bisa dilakukan untuk menolong orang-orang yang menderita paling parah,” sebut Dr. Janarthanan Balakrishnan dari departemen psikologi Nottongham Trent University. 

Namun tak semua pihak setuju dengan hasil studi di atas. Dr. Mark Salter, juru bicara The Royal College of Psychiatrists, misalnya, menyuarakan kritik dan mengatakan bahwa fenomena “selfitis” sebenarnya tidak ada dan tidak seharusnya ada. “Ada kecenderungan untuk melabeli serangkaian perilaku kompleks manusia dengan satu kata. Tapi ini berbahaya karena bisa membuat sesuatu menjadi nyata, padahal sebenarnya tidak,” kata Salter.


Sumber : kompas.com

Wednesday, March 6, 2019

Terlambat Menikah Justru Lebih Percaya Diri dan Bahagia


Jakarta - "Kapan menikah?" pertanyaan ini tidak jarang menjadi momok bagi mereka yang belum membina rumah tangga. Hal tersebut terasa semakin 'mengganggu' ketika usia telah matang hingga mapan secara finansial.

Jangan terburu-buru dan jangan gentar dengan hal-hal yang secara tidak langsung mendesak Anda. Fimela.com menulis menurut penelitian, menikah terlambat justru menjamin kebahagiaan pernikahan di masa mendatang.

Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Family Psychology dan dilakukan University of Alberta menemukan, mereka yang menikah di usia lebih tua atau lebih lambat dari teman-temannya ternyata mempunyai level kebahagiaan dan kepercayaan diri lebih tinggi dibanding mereka yang menikah muda.

Tak hanya itu, menikah di usia matang juga menunjukkan rendahnya risiko depresi dan cerai. Sang peneliti, Matt Johnson menyampaikan tujuannya adalah mengetahui usia ideal untuk menikah.

Ada pun partisipan pria rata-rata menikah di usia 28 tahun dan partisipan perempuan di usia 25 tahun. Survei dilakukan pada 405 orang Kanada yang lulus SMA dan usia paruh baya di 1984 yang menikah di usia muda dan usia tua untuk melihat seberapa bahagia dan tenang pernikahan berdasarkan usia saat pertama kali menikah.

Sementara di abad 21, usia pernikahan kian mundur karena banyak generasi masa kini harus menjalani pendidikan tinggi dan bekerja. Biasanya, mereka tidak terburu-buru membina rumah tangga sebelum benar-benar mapan.

Daripada terus dihantui kekhawatiran soal jodoh dan menikah, tidak ada salahnya untuk berfokus pada peningkatan kualitas diri. Selain itu, bagaimana membahagiakan dan memapankan diri. 

Sumber : Liputan6.com

Saturday, March 2, 2019

Didiet Maulana Keluhkan Ada Designer Plagiat



Jakarta - Adalah Didiet Maulana, desainer lokal yang dikenal fokus mengeksplorasi kain Indonesia. Karya rancangan Didiet dikenal detail dan mengemban kisah di baliknya. Jadi, sangat wajar jika banyak desainer lain yang terinspirasi dari karya lelaki 38 tahun tersebut.

Sungguh sangat disayangkan bila kekaguman itu direfleksikan ke perbuatan tak menyenangkan. Lewat sederet unggahan di akun Instagram-nya, @didietmaulana, beberapa waktu lalu, sang desainer bercerita tentang karyanya yang kena plagiat.

"Kata terinspirasi beda dengan menyontek. Saya dan team menghabiskan waktu untuk melakukan riset dengan proses yang patut diapresiasi. Bukan tidak mau dicontek, tapi ada marka untuk melakukannya. Desainer hidup dari buah pikir. Hargai itu," begitu kalimat-kalimat yang tertulis di salah satu unggahan.

Didiet Maulana menambahkan, value rancangannya jadi lebih bermakna jika sudah berbicara tentang kebaya. Pasalnya, ia memerlukan proses riset begitu panjang untuk bisa menghasilkan satu look. "Jangan tiru bentuknya. Tapi, tiru bagaimana saya bisa mendapatkan output design seperti ini," tulis Didiet.

"Karena apa yang saya lihat ini seperti plagiat. Hargai diri Anda sendiri dengan tidak meng-copy blak-blakan," sambungnya ditegaskan dengan kalimat, "No Copy Paste on design!", di keterangan foto.

Ia menuturkan, desainer tak hanya hidup dari ruang, namun 'oksigen apresiasi' dari karya yang dihasilkan. "Kalau bukan kita sesama desainer yang saling menghargai, mau dibawa ke mana dunia kreativitas?" ucap Didiet Maulana.

Sumber : Liputan6.com