Setiap ibu hamil pasti punya keinginan untuk melahirkan dengan proses persalinan normal. Bahkan Dr dr Ali Sungkar, SpOG, mengungkapkan, 68 persen ibu hamil ingin melahirkan secara normal (per vaginal). Sayangnya, tidak semua perempuan bisa melahirkan normal, karena berbagai faktor dan penyebab.
"Sekalipun pada awal pemeriksaan si ibu dinyatakan bisa normal, keputusan ini bisa berubah pada detik terakhir persalinan, tergantung kondisi bayi dan ibu," ungkap dr Ali, dalam seminar "Deteksi Dini Risiko dan Komplikasi pada Masa Kehamilan", di Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta Selatan, Sabtu ( 09/06/2012) lalu.
Dr Ali mengungkapkan bahwa beberapa faktor risiko dan kondisi kehamilan yang mengkhawatirkan seperti plasenta previa (jalan lahir tertutup plasenta) membuat para ibu diharuskan menjalani operasi caesar (seksio sesarea). "Namun kebanyakan ibu menolak untuk caesar karena ingin merasakan persalinan normal, yang dianggap lebih sempurna sebagai seorang ibu," bebernya.
Persalinan caesar juga dianggap menakutkan karena adanya anggapan bahwa sekali melahirkan secara caesar, maka pada kehamilan selanjutnya pasti si ibu harus di-caesar lagi. Menurut dr Ali, anggapan ini tidak selalu benar. "Ibu yang pernah sekali melahirkan caesar belum tentu terus melahirkan caesar," jelasnya.
Kesempatan untuk melahirkan secara normal masih terbuka, tergantung penyebab dan jenis operasi caesar yang pernah dilakukan. "Ada beberapa penyebab yang mutlak membuat ibu tidak bisa melahirkan normal setelah caesar, yaitu panggul yang sempit. Karena ukuran panggul tidak bisa diperbesar, kalau hamil lagi tetap akan di-caesar," jelasnya.
Sedangkan jika operasi caesar dilakukan karena alasan bayi sungsang, plasenta previa, bayi terlalu besar, atau kehamilan kembar, maka kemungkinan untuk Vaginal Birth After Caesarean (VABC) atau persalinan normal setelah caesar masih bisa dilakukan.
Selain dilihat dari penyebabnya, VABC juga bisa dilakukan berdasarkan jenis operasi caesar yang pernah dilakukan. Secara umum caesar (seksio sesarea) dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea klasik, dan seksio sesarea transperitonealis profunda (SCTP). Jika seksio sesarea yang dilakukan adalah jenis klasik, maka kemungkinan VABC akan sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter membuat sayatan memanjang di badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC ini dilakukan pada perempuan yang pernah mengalami seksio sesarea klasik, ia akan berisiko mengalami ruptura uretri (robek pada dinding rahim).
Sedangkan pada metode SCTP, ibu hamil masih mungkin mengalami VABC. Metode ini menggunakan teknik sayatan melintang pada segmen bawah rahim, sehingga risiko terjadinya ruptura uretri bisa ditekan.
Sumber : KOMPAS.com
0 comments:
Post a Comment