Indonesia saat ini mempunyai prestasi yang cukup menyedihkan seputar rokok. Jumlah perokok di Indonesia masuk dalam tiga besar di dunia setelah China dan India (WHO 2008). Sementara itu konsumen rokok di negeri kita berada di urutan setelah China, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang, di tahun 2007.
Yang membedakan kita dengan Amerika Serikat adalah, negara Paman Sam itu sudah berhasil menekan jumlah perokok. Di tahun 2010 hanya tinggal 19,3 persen yang masih merokok. Keberhasilan Amerika untuk dapat menekan jumlah perokok pada masyarakatnya adalah karena kampanye media secara massal yang terus menerus dan konsisten akan dampak buruk merokok, harga rokok yang terus meningkat dan memperluas daerah bebas rokok.
Di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 menunjukkan bahwa 1 dari 3 orang Indonesia merokok. Usia perokok Indonesia paling tinggi ada pada kelompok usia produktif, yakni 25-64 tahun. Sebagian besar orang yang merokok di Indonesia adalah penduduk pedesaan, tingkat pendidikan rendah, umumnya mereka pekerja informal dengan status ekonomi rendah.
Kondisi ini sungguh menarik dan menjadi renungan kita bersama. Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung menghindari rokok. Hanya 19,6 % perokok setiap hari yang bertitel sarjana. Orang-orang dengan penghasilan tetap dan status ekonomi baik juga berkurang yang merokok.
Salah satu hal yang membuat mereka mengurangi mengkonsumsi merokok karena mereka bekerja di ruang-ruang tertutup dan ber AC yang membuat mereka tidak dapat merokok setiap saat di ruangan tertutup.
Di sisi lain yang perlu kita simak profil para perokok Indonesia dari RISKESDAS tersebut adalah lebih dari 60% usia pertama kali orang merokok di Indonesia kurang dari 20 tahun. Kelompok umur 15-19 tahun merupakan kelompok yang terbesar merokok. Tetapi ada hal yang sangat menyedihkan bahwa ada sekitar 2,2 % orang yang mulai merokok pada masa anak-anak yaitu pada umur 5-9 tahun. Bahkan kita juga semua tahu bahwa beberapa anak Balita kita sudah menjadi pencandu rokok.
Kita juga tahu bahwa perokok aktif ini menjadi masalah pada lingkungan sekitarnya. Mereka akan membuat orang di sekitarnya menjadi perokok pasif. Apalagi lebih dari 75 % perokok merokok di rumahnya.
Dampak buruk rokok
Tampaknya kita semua sudah tahu bahwa rokok berdampak buruk bagi kesehatan. Cuma masalahnya bagi perokok karena sudah candu tidak mudah bagi mereka untuk meyakinkan diri untuk tidak merokok. Bagi perokok kadang-kadang yang menjadi patokan dampak merokok buat mereka adalah gangguan pernafasan. Sehingga jika mereka tidak batuk dan tidak sesak mereka masih tetap merokok.
Padahal efek samping dari merokok tidak melulu berdampak pada saluran pernafasan. Tampaknya mereka harus “kapok” terlebih dahulu sebelum mereka berhenti merokok. Pasien yang mengalami kanker antara lain kanker lidah, karena kerongkongan, kanker usus besar, kanker paru atau kanker pankreas akan menyesali kenapa mereka merokok setelah menderita kanker.
Rasanya cerita dampak buruk rokok pada seseorang akan selalu kita alami terjadi pada keluarga kita. Apalagi saya yang sehari-sehari bertemu dengan pasien, melihat langsung dampak rokok pada kesehatan seseorang. Kalau penyakit akibat rokok tidak terlalu berat biasanya pasien hanya mengurangi sedikit rokoknya dan kembali lagi untuk merokok setelah sehat. Tetapi jika dampak sakit pada perokok tersebut cukup berat biasanya mereka berhenti merokok total.
Serangan stroke ringan atau TIA juga kadang kala membuat kapok seorang perokok untuk tidak merokok lagi. Ini terjadi pada ayah sendiri dimana beliau seorang perokok kuat dan berhenti total setelah jatuh di kamar mandi dan mengalami serangan stroke ringan.
Para perokok yang mengalami hipersensitifitas pada saluran pernafasannya yang ditandai dengan rasa sesak biasanya takut untuk mencoba rokok lagi. Serangan jantung juga kerap membuat kapok seseorang untuk merokok.
Dampak lain yang sebenarnya tidak diketahui oleh para perokok bahwa rokok akan menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan atas seseorang. Mereka yang merokok sering merasa begah, cepat kenyang dan kembung.
Rokok juga menyebakan asam lambung naik kembali ke kerongkongan atau refluks yang mencetuskan penyakit GERD. Belum lagi rokok juga dapat merusak gusi serta gigi geligi. Mereka umumnya tidak nafsu makan karena lambungnya sudah terasa penuh dengan gas akibat hirupan asap rokok.
Kondisi hipoksia kronis pada seseorang perokok juga dapat mencetuskan penurunan nafsu makan, Oleh karena itu kita sering mendengar seseorang perokok yang berhenti merokok berat badannya akan naik karena nafsu makannya bertambah atau menjadi meningkat setelah berhenti merokok.
Akhirnya di hari dunia tanpa tembakau yang jatuh pada tanggal 31 Mei saya juga mengingatkan kembali kepada kita semua untuk peduli akan dampak buruk rokok ini. Rokok merupakan zat yang sangat membahayakan tubuh baik bagi perokok maupun orang yang berada disekeliling perokok tersebut.
Kita harus mendukung penuh pelaksanaan perluasan daerah bebas asap rokok. Perlu kita dukung juga peringatan kesehatan berbentuk gambar pada bungkus rokok. Secara terus menerus hal ini akan membantu pelaksanaan kampanye anti rokok karena berdampak buruk bagi kesehatan.
Salam sehat
Sumber : kompas.com
0 comments:
Post a Comment